Thursday, April 14, 2005
noldie dan perminta maaf-annya
“Maafkan aku!”
Dia memelukku sebagai jawabannya. Hangat sekaligus dingin!

“Aku sungguh-sungguh…maafkan aku!”

Aku menunduk dalam ketidak berdayaanku. Seribu ton beban bergelayutan di pundakku. Letih. Penat.

“Apakah ada yang lain?”

“Bukan masalah yang lain!”

“Kenapa?”

Aku menatap wajahnya. Menjawab pertanyaannya dengan sorotan mata keputus asaan.

“Aku belum siap!”

Aku menghela nafas sambil memalingkan wajahku. Wajah itu…mata itu…hati itu…! Maafkan aku, teman!

“Kalau ada yang lain…katakan saja! Kalau kamu mencintainya, aku rela.”

Aku terdiam. Aku membenamkan kepalaku di dadanya. Mencari adakah jejak itu. Nihil!

“Aku mencintaimu! Sangat mencintaimu. Aliran darahku dipenuhi oleh geloramu!”

“Maafkan aku!”

“Cinta ini menguatkanku! Aku bisa menghadapinya. Cinta ini tulus. Aku akan baik-baik saja. Aku akan bisa menapaki jalanku tanpa cintamu. Cinta tak selamanya harus memiliki”

Kupejamkan mataku. Kuresapi setiap ucapannya.

“Dari awal aku tahu aku tidak bisa memiliki hatimu. Tapi aku memaksa. Aku egois. Aku meredupkan sinar hidupmu. Bersamaku sinar itu pudar! Sering aku berpikir cintaku akan membuatmu berpijar, tapi ternyata itu yang membuatmu terhambat.”

Satu sembilu menyayat hati ini. Aku pernah merasakan kepedihan itu. Maafkan aku!

“Kalau kebahagiaanmu ada bersamanya…aku ikhlas. Kamu pantas mendapatkan kebahagiaanmu sendiri. Maafkan aku tidak seperti yang kau inginkan! Walau aku berusaha! Maaf apabila cinta ini tidak bisa membahagiakanmu.”

Aku melepas pelukannya.

“Cukup!”

Dia diam. Aku melihat ada setetes air yang jatuh. Aku melihat kesungguhan di wajahnya. Kenapa? Kenapa mesti aku yang membuatmu terluka? Kenapa mesti aku yang membuatmu tersayat?

Langit, lihatlah isi hatiku! Bumi, lihatlah kejujuranku! Aku tak berniat sedikitpun. Tidak sebersitpun jua. Maafkan aku. Akankah kuteriakkan ke seluruh dunia, aku takut? Akankah kugemakan kepada insan, aku juga tak berdaya?

Wahai langit, kenapa mesti aku yang mengalaminya? Kenapa mesti aku yang membuatnya terluka? Kenapa mesti aku? Kenapa…mesti…aku? Ke…na…pa…mes…ti…a…ku…? K…e…n…a…p…a…m…e…s…t…i…a…k…u…?

“Pergilah. Raih dia dalam dekapanmu! Bahagiamu bahagiaku. Dukamu dukaku. Apabila kamu letih, ingatlah…disini ada hati seluas samudra menantimu. Mungkin aku tidak bisa berkata aku bisa membuatmu jatuh cinta kepadaku…tapi aku mau kamu tau…aku bisa membuatmu yakin ada cinta yang tulus disini, ditangan ini, di hati ini, di jiwa ini. Doaku buat kebahagianmu. Aku pergi.”

Punggung itu berbalik. Mataku kabur! Emosiku membuncah! Dengan sekuat tenaga, aku berusaha membendung arus yang begitu keras.

Dalam hati ujarku…

“Maafkan aku! Aku juga terluka. Tolong mengerti aku. Aku hanya takut. Luka itu belum kering. Luka itu masih membekas. Maafkan aku yang membuatmu begini. God knows…aku ga berniat membuatmu terluka!”

Akhirnya pertahanan itu runtuh. Emosi itu berlarian mengeluarkan segala kuasanya. Menghabiskan seluruh persediaan kataku dan menggantinya dengan keterpurukan. Membuatku hanya mampu melihat bayangnya menjauh. Menghilang dalam kelamnya malam.

Kalau saja dia datang dalam waktu yang tepat…

Kalau saja hati tidak porak poranda karena orang lain

Kalau saja jiwa ini tidak membeku karena pupusnya asaku dulu

Kalau saja saja aku bisa melupakan masa lalu

Ternyata tidak! Aku masih seekor pengecut. Seekor looser! Seekor pecundang! Aku sudah habis dengan cintaku yang terkubur di dalam bumi. Hancur dan lebur!
Wrote by noldie @ 12:55 PM |