Wednesday, June 21, 2006
NOLDIE DAN CERPEN BARU *daripada ga posting sama sekali*
Kalau ada yang berkata, Persahabatan terbentuk dari kesamaan pengalaman hidup, itulah yang terjadi antara diriku, ANDRI, dengan sahabatku, INDRA. Bukan satu kebetulan juga nama kami terdiri dari huruf yang sama, hanya perlu mengganti posisi huruf "A" dan "I" saja. Mungkin ini yang dikatakan dengan takdir. Seperti persahabatan antara Daud dan Yonathan. Persahabatan yang kuat dan tulus untuk saling membangun.

INDRA adalah anak yang yang tinggal di kompleks dekat lingkungan rumahku. Mungkin sekarang bisa kategorikan sebagai TOWN HOUSE, seperti yang sudah menjamur sampai ke pelosok ibu kota ini. Setiap pagi aku melihatnya diantar ke sekolah oleh seorang sopir yang gagah di atas sedan VOLVO. Sedangkan aku? Cukup hanya dengan menggoyang lutut saja, alias jalan kaki. Tapi ada satu hal yang menarik dari dirinya yang aku lihat, dia selalu berwajah murung. HUH! Tau apa dia tentang hidup, sehingga bisa seenaknya saja berwajah murung seiap hari.

Apakah dia tidak pernah melihat hidupku? Anak seorang pelacur, yang ibuku saja tidak pernah tau siapa sesungguhnya orang yang membuat aku nongol di dunia ini. Bagaimana mungkin ibuku tau, kalau satu hari ada sedikitnya 3 orang lelaki yang ingin menikmati layanan istimewanya.

Dan apakah dia tidak pernah melihat hidupku? Bagaimana rasanya menjadi anak haram yang sepanjang hidupnya dikucilkan, diejek, dihina dan dianggap sebagai sampah masyarakat. Padahal, apakah orang-orang tersebut yakin kita bisa memilih untuk dilahirkan oleh siapa? Sehingga mereka bisa bersikap sedemikian rupa, seolah=olah aku memilih pilihan yang slah untuk dilahirkan oleh seorang pelacur?

Dan apakah dia juga tidak pernah melihat hidupku? Bahwa kini ibuku sudah mulai tua. Sudah begitu jarang laki-laki yang mau menyentuh tubuh baunya. Mau tidak mau, ibuku beralih profesi menjadi mucikari. Satu pilihan yang tidak ada bedanya dari pekerjaan lamanya. Selalu terperangkap di lingkaran setan. Muda jadi pelacur, tua jadi mucikari. Satu jenjang karir yang tidak bisa dibanggakan sama sekali.

Apakah dia benar-benar tidak pernah melihat hidupku? Hm...bagaimana caranya dia bisa melihat hidupku yang begitu getir, kenal saja tidak. Tapi...apa haknya untuk selalu bermuram seperti itu? Bukankah aku yang berhak memiliki wajah sedih dan muram seperti itu? Enak saja dia merampas hakku. Bukankah dia harusnya hanya berhak memiliki wajah bahagia dan senyum mengembang? Hm...bukannya aku tidak ingin memiliki wajah seperti itu, tapi bagaimana mungkin aku memilikinya ditengah-tengah kehidupan yang aku jalani ini? Kemarahan yang bodoh dan tak beralasan it uterus berkecamuk di dalam hatiku setiap dia melintasi jalan di depanku.

Oh iyah, sewaktu aku belum kenal dengan INDRA, aku hanya punya seorang sahabat, namanya DINAR. Hm...dulunya aku sempat berpikir bahwa kami adalah sepasang insan yang sudah dijodohkan oleh Pencipta kami sendiri. Kenapa nama kami terdiri dari huruf yang sama? Kenapa dia begitu baik kepadaku? Apakah aku begitu tampan sehingga dia senantiasa baik kepadaku?

Di saat semua anak-anak menjuluki diriku sebagai "Anak Haram", hanya DINAR yang menyapa namaku dengan senyum yang tulus. Di saat semua ibu-ibu ribut kalau anaknya ada yang bermain denganku, hanya Ibu DINAR yang mau mengajakku masuk ke rumahnya dan memberi penganan kecil plus teh manis hangat. Sejak saat itu aku bertekat untuk selalu menjaga DINAR. Karena DINAR adalah anak tunggal sama sepertti diriku.

"Tante, ANDRI pasti akan selalu menjaga DINAR. Tante ga usah khawatir yah."

"Makasih yah, NDRI."

Sejak saat itu, aku selalu menjaga DINAR, kecuali ia pergi ke sekolah. Karena kami beda sekolah. Ketika pulang sekolah, kami pasti akan bermain di sebuah lapangan luas dengan rumput-rumput hijaunya. Dan aku rasa aku selalu menjalankan fungsiku sebagai pelindung DINAR. Karena tidak pernah sedetikpun aku membiarkannya dijahilin oleh anak-anak lain. Begitu juga saat di Sekolah Minggu. Aku selalu menjaganya.

Suatu saat ketika di Sekolah Minggu, aku bertanya kepada Guru Sekolah Mingguku…

"Kak, apakah kita sewaktu lahir bisa melakukan dosa?"
"Engga dong. Karna bayi belum bisa berpikir dan melakukan hal-hal yang jahat. Kenapa emang?"
"Hm...ANDRI capek diejek terus. Dikatain Anak Haram. Apa mungkin gara-gara waktu lahir, ANDRI melakukan dosa sama Tuhan, makanya jadinya seperti ini? Yang mau temenan ama ANDRI hanya DINAR saja."
Sambil tersenyum Guru Sekolah Minggu itu memeluk ANDRI...
"NDRI, denger yah sayang. Biar semua orang memusuhi ANDRI, Tuhan sayang kok sama ANDRI. Mau buktinya? Tuhan mengirimkan DINAR untuk menemani ANDRI. Tuhan berubah wujud menjadi DINAR supaya ANDRI tidak sendirian."
Mendengar hal itu, aku jadi lega. Berarti DINAR adalah utusan Tuhan untuk menemani aku.

Hari terus berganti. Akhirnya, tibalah perpisahan itu. DINAR harus pindah ke Jepang. Karena Papanya mendapat beasiswa untuk sekolah kesana.

"NDRI...kamu ga boleh melupakan aku yah."
"Aku janji aku akan terus menjaga kamu, DIN. Selama-lamanya. Ini aku kasih kalungku. Walau kita jauh, tapi aku akan selalu ada disamping kamu. Menjaga kamu."
"Kata Papa, kemungkinan kami ga bakalan balik. Soalnya gitu selesai sekolahnya, Papa ingin kerja disana."
"Aku janji aku akan cari duit sebanyak-banyaknya, biar aku bisa ketemu sama kamu."
"Janji yah, NDRI"
"Iyah!"
"Aku sayang sama kau, NDRI"
"Aku juga, DIN! Aku sayang sama kamu"

Mungkin pada saat itu, anak seusia aku belum mengerti apa artinya cinta. Namun aku bisa yakin, bahwa itu tumbuh dalam hatiku. Cinta dan sayang yang ditabukan bagi seorang anak kecil, menghinggapi diriku. Bahkan diusia sekecil inipun, aku sudah bisa merasakan kehilangan cinta itu. Kepedihannya.

Kini kembali hari-hariku sepi. Tidak ada lagi yang menjadi sahabatku. Setiap hari aku hanya berkelahi. Setiap anak yang meledek aku, biasanya berakhir dengan adu jotos. Aku tidak pernah perduli apakah aku kalah atau menang. Bahkan tidak jarang, mereka mengeroyok aku. Akh…biar aja, sekalian sepi ini dicampur ama rasa sakit, biar klop rasanya.

Ketika aku terduduk meringis sambil membersihkan darah yang mengucur di sela bibirku, seseorang menyodorkan sapu tangan. Aku mendongak, dan melihat anak laki-laki pemurung itu. Masih dengan wajah murung dan tanpa ekspresi.

"Ga perlu. Makasih."
"Lo anak haram yah?"
"He monyet! Lo mo ngajak gw berantem lagi? Lo pikir gw takut?"
"O gitu. Pantesan lo marah."
"Maksud lo apaan sih?"
"Ga ada. Yah udah, gw mo pulang!" katanya sambil jalan ke arah mobilnya yang sudah menunggu.
"Gih lo jauh-jauh. Urusan amat lo mo pulang ato engga"

Dan siang itu, ketika aku asik beradu otot dengan musuh-musuhku, tiba-tiba aku melihat anak laki-laki itu ikut menghabisi mereka. Kali ini, tidak dapat disangkal lagi, kemenangan ada di pihakku. Begitu melihat keadaan mereka yang sudah payah, mereka akhirnya melarikan diri.

"Awas lo kalo berani ganggu dia lagi. Gw habisin lo semua!"

Aku masih kaget melihat kehadirannya. Kenapa juga dia tiba-tiba muncul dan membela aku? Dia bukan PAHLAWAN BERTOPENG kan? Karena dia sama sekali tidak memakai topeng. Ato dia bukan SUPERMAN kan? Karena kolornya ga dipasang diluar celananya. Masih terbengong-bengong ria, tiba-tiba dia beranjak tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

"Eh, tunggu! Sapa yang nyuruh elo bantuin gw? gw bisa kok ngabisin mereka sendirian."

Dia berbalik badan, sambil tersenyum sinis...

"Mendingan lo bersihin luka lo aja deh. Luka yang kemaren masih belom sembuh, udah bikin luka baru. Kalo udah tau lo ga bisa ngelawan mereka, ngapain sih mesti cari mati?"
"Eh, monyet. Jangan sembarangan lo ngomong yah. Gw habisin juga lo!"
"Terserah elo deh. Saran gw, jangan deh cari penyakit sendiri. Percuma lo ngelawan. Gw balik dulu!"

Gw terdiam mendengarnya. Apa iyah, gw mesti diam mendengar mereka mencaci aku? Apa iyah gw harus selamanya berdiam diri diperlakukan seperti ini? bukankah mereka yang selalu mencari permasalahan?

"Coba lo ada di posisi gw? Apa lo bisa cuma diam doang? Apa lo mau diperlakukan seperti ini?" triak gw dengan suara keras. Dia berhenti melangkah.

"Gw tau kalo gw pasti kalah. Tapi setidaknya gw bukan pengecut, yang bisa diperlakukan seenaknya. Karena gw tau, menjadi anak haram bukan pilihan gw." ujar gw dengan suara bergetar karna menahan tangis.

Dia berbalik. Melangkah ke arahku. Dan sekejap kemudian, dia mengulurkan tangannya...

"Nama gw INDRA. Sejak saat ini gw akan menjaga elo. Lo sahabat gw"

Sejak itulah persahabatan kami dimulai. Tadinya aku yang berpikir bahwa kehidupan INDRA begitu indah, akhirnya pupus sudah. Masalah klasik yang menimpa orang-orang kaya di ibukota juga melanda keluarga INDRA. Bahkan aku juga sudah tidak bisa menemukan kata-kata yang bisa mewakili kehidupan keluarga INDRA. Ayahnya bebas membawa perempuan mana saja kerumahnya. Begitu juga dengan ibunya. Rumah sudah seperti neraka. Karena perang caci-maki selalu terjadi setiap harinya. Dan INDRA adalah anak tunggal. Ternyata itulah penyebab kemurungan INDRA setiap harinya.

Haripun terus bergulir. Akhirnya kembali perpisahan itu terjadi. INDRA harus melanjutkan sekolahnya ke Jepang. Aku benar-benar benci kata "Jepang". Kenapa ia mesti mengambil 2 orang sahabat yang paling aku sayangi? Apakah tidak ada negara lain? Apakah aku tidak bisa memiliki sahabat?

Sekian tahun berlalu. Dan aku lebih menikmati hidup sendirian. Karena aku takut untuk kehilangan lagi. Hari-hari hanya aku habiskan dengan bekerja di sebuah restoran. Aku memulai karir dari tukang cuci piring, sampai akhirnya aku dipercayakan menjadi manager operasional. Orang mungkin mengatakan bahwa aku adalah penggila kerja, tapi aku hanya bilang itu adalah bentuk dari rasa sepiku. Restoran tempat aku bekerja, semakin besar. Dan kini sudah memiliki cabang di 5 mal terbesar di Jakarta. Kesibukan ini tentunya sangat nikmat rasanya dan sangat ampuh mengusir rasa sepi itu.

Dan hari itu tiba, sebuah kartu pos datang ke rumah gw...

NDRI, lo pasti bingung gimana post card ini bisa nyampe ke rumah baru lo. Gw suruh sopir gw ngelacak alamat lo. Minggu depan gw mo balik ke Jakarta. Tolong kasih nomor HP lo ke sopir gw, biar bisa gw hubungi gitu nyampe di Jakarta. Oke bos?!?!

Semangat baru muncul dalam diriku. Sahabat lama kembali. Tidak sabar rasanya menunggu satu minggu lagi. Padahal bertahun-tahun sudah waktu terlalui. Tapi rasanya lebih lama menunggu satu minggu ini.

Pagi itu di pintu rumah gw...

"ANDRI"
"INDRA"

Kami pun saling berangkulan dengan erat. Menuntaskan semua rasa rindu. Baru kali ini aku benar-benar bisa meresapi makna persahabatan sampai ke pori-pori setiap tubuhku. Benar juga makna dari satu ayat yang menulis, tiada kasih yang lebih besar daripada seseorang yang mau memberikan nyawanya kepada sahabatnya. Inilh persahabatan itu.

"Pa kabar lo?"
"Baik. Gile lo, makin keren aja. Ditinggal 8 tahun ke Jepang, eh sekarang udah jadi eksekutif muda"
"Biji lo meledak! Kuli kaya gini dibilang eksekutif!"
"Wakakaka! ANDRI, lo dari dulu paling bisa deh soal merendah kaya gitu. Lo kerja dimana sekarang?"
"Di restoran. Yah, mana mungkinlah gw kerja di kantoran bonafide. Kalo elo mah pantes"
"Wakakakakaka! Sial lo! Eh, gw bawa cewek loh. Gw balik ke Jakarta kan rencananya mo married."
"Wah selamat dong yah! Kok engga lo bawa cewek yagn paling tidak beruntung itu?"
"Monyet lo! Ntar malam, bos. Kita dinner bareng bertiga yah."
"Ok deh. Lo datang aja ke restoran gw. Gw bakalan menjamu kalian berdua dengan masakan yang paling istimewa dari restoran gw."
"Wah...sip bos!"
Perbincangan itu terus berlanjut sampai siang harinya. Karena aku harus kembali bekerja.

Setelah meyakinkan bahwa semuanya sudah beres, aku tinggal menunggu kedatangan INDRA dengan calon istrinya. Tentunya dia seorang wanita yang sangat cantik dan isitmewa, sehingga shabatku ini bisa bertekuk lutut menanti cintanya. Wakakaka, waktu memang tidak berasa, kini INDRA kecil yang aku kenal dahulu sudah menjadi pria dewasa dan siap menikah. Aku tersenyum simpul.

"Maaf, Pak! Tamu Bapak, Pak INDRA, sudah datang."
"Oh, OK. Langsung bawa ke meja yang tadi sudah disiapkan yah. 1 menit lagi saya keluar"
"Baik Pak!"

Dan, ternyata keajaiban itu datang juga. Walau terkadang keajaiban itu datang tidak seperti yang kita inginkan. Namun, tetap datang. Menjawab setiap doa yang aku panjatkan di dalam hidupku...

"ANDRI, kenalkan ini calon istriku. MAGDALENA DINAR HARYANTI."

Argh...puluhan tahun berpisah. Wajah kecilnya masih tercetak dan terbingkai rapih di hati ini. Kini mata bak bintang timur itu masih sama. Rambut panjang terurai itu pun tidak berubah. Bahkan bibir mungil itu masih seperti bibir DINAR kecilku. Yang berubah hanya postur tubuhnya saja yang kini sudah ranum dan menunjukkan seorang wanita dewasa.

"Halo, saya DINAR!"ujarnya lembut sambil tersenyum manis serta mengulurkan tangannya.

DEG!!! Apakah ia lupa pada diriku? Apakah aku begitu berubah sehingga dia tidak bisa langsung mengenal diriku? Apakah dia benar-benar lupa?

"ANDRI OKTAVIAN" kataku dengan harapan dia akan segera mengingat diriku.
"Senang berkenalan dengan Mas ANDRI. Mas INDRA udah banyak cerita tentang Mas ANDRI. Mas INDRA selalu bilang, bahwa salah satu orang yang paling dia sayangi adalah Mas ANDRI."

Aku hanya tersenyum tipis. Pertemuan yang tiba-tiba dan tidak disangka ini saja sudah membuat aku begitu terkejut. Apalagi ditambah bahwa DINAR seolah-olah tidak pernah mengenal diriku. Apakah kenangan masa kecil itu begitu mudah dilupakan? Atau janji yang terucap dahulu itu hanya sebatas permainan lidah seorang anak kecil yang begitu polos dan lugu?

Sepanjang makan malam itu, pikiranku bercabang. Walau aku tetap berusaha focus terhadap mereka. Dan memang, selayaknya aku bisa mulai memikirkan untuk menjadi seorang aktor yang handal, karena aku bisa memerankan peranan yang semestinya dengan begitu gemilang. Walau aku tahu, kegundahan itu sudah mencapai titik puncaknya.

Ketika ia hendak mengambil handphone dari tas kecilnya, sesuatu jatuh dari dalamnya. Dan aku begitu kaget. Itu adalah kalungku. Kalung yang aku berikan dulu. Dia benar-benar DINAR kecilku. Tapi kenapa dia pura-pura tidak mengenalku. Bahkan kelihatan seperti yang baru pertama kali kenal.

"NDRI, ternyata DINAR ini dulunya waktu kecil tinggal di deket rumah kita. Wah, gw kaget banget. Kok gw dulu ga ngeh kalo ada cewek secantik ini yah? Ato dulunya DINAR jelek dan dekil kali yah"
"Enak ajah."

Aku masih terdiam. Dia benar-benar DINAR. Tapi kenapa?!?!?!

"Sayangnya, DINAR tidak pernah bisa tahu kenangan masa kecilnya. Waktu di Jepang DINAR pernah kecelakaan parah. Kedua orangtuanya meninggal. Dan DINAR selama berbulan-bulan mesti dirawat di rumah sakit. Sampai akhirnya, dokter bilang memorinya sebelum kecelakaan itu hilang semua. Dia amnesia permanent."

DEG!!!! Ini jawaban dari semua pertanyaanku. DINAR kecilku amnesia. Dia tidak akan pernah ingat lagi siapa diriku. Kenangan waktu kecil kami berdua sudah terhapus. Bahkan dirikupun sudah dienyahkan dari hatinya. Kenapa hidup ini begitu kejam? Kenapa mesti DINAR kecilku? Bukankah dia milikku?

"Iyah. Pantesan dari tadi aku seolah-olah mengenal wajah ini. Mungkin waktu kecil kita sering berpapasan. jawabku pelan.
"Benarkah?" ujar DINAR berbinar.
"Hm...iyah!"
"Satu-satunya kenangan dari masa laluku hanyalah kalung ini. kalung ini selalu tergantung di meja rias kamarku. Tapi aku tidak bisa ingat mengenai kalung ini. yang aku rasakan, ini adalah kalung dari orang yang sangat berarti bagiku."
"Mungkin itu kalung dari Mama atau Papa kamu, sayang. Ato mungkin dari saudara kamu."
"Mungkin"
Aku memperhatikan mereka, dan sejujurnya perasaan ini mulai sakit dan perih. Perlahan namun pasti, kesesakan itu merasuk ke dalam jiwa.

Dan memang tidak butuh waktu lama untuk menelusuri jejak keluarga DINAR. Beberapa orang yang masih tinggal di lingkungan itu dahulu, masih mengingat jelas siapa keluarga DINAR. Bahkan salah satu dari mereka bisa menunjukkan rumah keluarga terdekat DINAR. Dan bisa ditebak, bagaimana tangis haru merebak disana. Mengetahui bahwa DINAR sekarang adalah sebatang kara, dan mengalami amnesia. Bahkan cerita tentang dirikupun cepat bergulir.

"NDRI, kok lo ga mau cerita malam itu siapa DINAR. Padahal lo tau banget siapa dia. Kenapa NDRI?"
"Apa yang mesti gw bilang, NDRA? Kan udah gw bilang kalo gw seperti mengenal wajah itu"
"Tapi lo ga jujur. Lo ga bilang kalo lo adalah sahabat dekat DINAR sewaktu kecil. Apa lo ga ngerasa, bahwa cerita lo itu sangat berarti ama DINAR?"

Gw terdiam.

"Jawab, NDRI! Kenapa?"
"Lo mau tau NDRA?"
"Iyah"
"Karna DINAR adalah cinta pertama dan terakhir gw. Cinta yang tumbuh dari gw kecil sampai saat ini. cinta yang gw jaga dan terus gw pupuk. Karena gw ama DINAR pernah berjanji akan bertemu. Bahkan gw berjanji akan menjaga DINAR seumur hidup gw. Lo tau kenapa semua itu bisa terjadi? Disaat semua orang memusuhi dan jijik ngeliat gw, hanya DINAR yang mau mengulurkan tangannya. Hanya DINAR yang mau menjadi sahabat gw. Hanya DINAR yang mau tulus menyayangi gw. itu yang membuat gw bisa bertahan dengan cinta ini. Dan lo tahu kenapa gw begitu giat mencari uang? Itu karna gw ingin punya duit buat menjemput DINAR ke Jepang dan bisa menikahinya."

INDRA terkejut. Seperti disambar geledek pada siang hari. Seperti diterkam singa sewaktu asik bermimpi. Dan seperti disiram air pada waktu berjemur di pantai. Hasilnya sama saja, seperti mati karena terkejut. Nafas mendadak berhenti.

"Dan kenapa gw tidak cerita sama DINAR? Itu karena elo, NDRI. Dia adalah milik lo. Kenangan tentang gw sudah terkubur selamanya. Lo adalah masa depannya. Gw bisa melihat tatapannya yang penuh cinta ke elo. Gw ga mungkin menghancurkan semuanya itu. Gw ga mungkin menghancurkan hidup lo juga. Karena lo berdua adalah orang yang paling gw sayangi. Bahkan kepada ibuku sendiri, aku tidak pernah tahu apakah aku memang menyayanginya ato tidak. Tapi lo berdua, memberikan warna dalam hidup gw. Lo mungkin tidak pernah tahu, bagaimana rasanya uluran tangan seseorang di saat lo sendiri dan tersisih. Tapi bagi gw, itu adalah segalanya. Lo berdua sama-sma mengulurkan tangan bagi gw di saat gw tersisih. Ga mungkin gw bisa menyakiti lo berdua. Jadi lebih baik, gw mengubur semuanya. Bukankah itu lebih baik?"

INDRA masih terdiam. Berusaha meresapi setiap tutur kata sahabatnya. Tak teras setetes air mata menetes. Begitu juga dengan ANDRI.

"Sudahlah. Yang lalu biarlah tetap berlalu. Gw baik-baik aja kok, NDRA"

INDRA perlahan maju dan merangkul sahabatnya.

"Maafin gw, NDRI. Gw benar-benar minta maaf."
"Ga ada yang perlu dimaafkan. Ini bukan salah lo. Takdir saja yang sedang bermain diantara kita."
"Gw speechless, NDRI"
"Dan memang ga perlu. Gw baik-baik aja. Pesan gw cuma satu, jaga DINAR yah. Jangan pernah biarkan dia menangis. Lo harus janji bikin dia tersenyum dan bahagia seumur hidupnya. Kalo lo ingkar janji, lo akan berurusan dengan gw."
"Beres bos. Gw janji.” bisik INDRA.

Hm...biarlah semuanya berjalan seperti ini. Mungkin sudah saatnya aku mulai membuka diri. Mungkin sudah saatnya aku menghilangkan ketakutan kan perpisahan itu. Karena, ada INDRA dan DINAR disampingku sekarang. Walau harus aku akui, hati ini masih begitu sakit melihat orang yang bertahun-tahun aku rindu berdiri disamping sahabatku sendiri. Rindu yang sudah bercampur dengan darahku harus menguap dan hilang. Bahkan cinta yang menjadi penggerak nadi kehidupanku, harus dipaksa berhenti. Hal itu mebuat aku begitu sesak. Seolah tidak bisa bernafas. Tapi, bukankah kehidupan harus berlanjut?

"Mas ANDRI, bisa ketemu ga?"
"Kenapa Dinar? Ada masalah ama INDRA?"
"Engga kok, ada yang mo DINAR tanyakan."
"Tentang apa yah kalo boleh tau?"
"Mas ANDRI kok ga pernah bilang kalau DINAR adalah teman mas ANDRI sewaktu kecil. Bahkan kalung ini dari Mas ANDRI kan?"
"DINAR tau darimana? Apakah ingatan DINAR sudah pulih?"
"Bu De cerita semuanya ke DINAR. Kenapa Mas?"
"Hm...gini aja deh. Nanti sore sepulang kerja, aku ke rumah kamu yah. Aku akan jelaskan semuanya."
"Selama ini, dalam mimpiku ada seorang anak kecil laki-laki yang selalu memanggil aku. Tapi mukanya tidak pernah jelas. Setelah melihat foto kita waktu kecil di rumah Bu De, DINAR yakin kalau anak kecil dalam mimpi DINAR adalah Mas ANDRI."

ANDRI terdiam. Seperti mau meledak perasaannya sekarang ini. beban yang selama ini menghimpit, tiba-tiba diangkat dari hatinya. Ketulusan itu dia rasakan kembali. Kehangatan itu kembali merasuki hatinya. Goncangan itu tiba-tiba menggetarkan seluruh tubuhnya. Seluruh simpul sarafnya seolah tumpul akibat desakan rindu yang membuncah.

"Mas ANDRI kangen ama DINAR. Berpuluh tahun Mas ANDRI menahan rasa rindu itu. dan ketika DINAR kembali, Mas ANDRI sadar kalau DINAR bukanlah DINAR kecil nya Mas ANDRI lagi. Sekarang DINAR adalah gadis nya INDRA. Maafkan Mas ANDRI, DIN. Mas ANDRI sudah ga jujur sama DINAR."
"Apakah janji Mas ANDRI sudah tidak berlaku lagi? Ato Mas ANDRI sudah lupa?"
"J...jan...ji?!?! Kamu ingat janji kita, DIN?"
"Anak kecil dalam mimpi DINAR selalu bilang bahwa dia sangat menyayangi DINAR. Dia akan menjaga DINAR selama-lamanya."
"DINAR, aku tidak akan pernah melupakannya. Sampai detik ini. Tapi keadaannya sudah berubah, DIN. Aku tidak mungkin menyakiti hati INDRA. Kamu adalah segalanya bagi INDRA. Aku begitu menyayangi sahabatku itu. Aku juga sangat menyayangi kamu. Aku ga mungkin melukai kalian berdua."
"Seandainya saja aku tidak kecelakaan, tentu keadaannya tidak akan seperti ini, Mas. Aku minta maaf, Mas. Udah melukai hatimu."
"Tidak ada yang perlu dimaafkan, DIN. Ini bukan salah kamu. Yah udah, nanti Mas main ke rumah kamu, kita bisa ngobrol lebih lama lagi."
"Aku tunggu, Mas."

Banyak orang takut akan kematian. Namun, terkadang orang-orang lebih memilih mati daripada melanjutkan kehidupan. Sempat terpikir bagiku, untuk mengakhiri semua ini. luka yang begitu dalam, entah sampai kapan bisa sembuh. Akupun tidak tahu. Tapi ketika akhirnya kematian itu datang, terasa begitu nikmat. Melayang jauh. Tubuh terasa ringan. Hati terasa lega. Dan tidak terasa lagi semua luka itu. Yah…mobil itu menabrak tubuhku. Seorang anak muda yang sedang mabuk mengemudikan mobilnya dengan brutal. Tapi aku tidak dendam kepadanya karna sudah merenggut nyawa ini. Karna ini justru yang paling baik dari lingkaran benang merah diantara kami bertiga. Terlihat bagaimana histerisnya DINAR di depan jasadku. Ternyata hantu bisa menangis juga. Buktinya saat ini aku bisa menangis. Menangis karna melihat ada orang yang meratapi kepergianku. Seumur hidupku, aku merasa dikucilkan. Disihkan. Tidak berarti. Karna aku hanyalah anak seorang pelacur yang tidak tahu siapa bapaknya. Tapi sekarang melihat ada yang menangisi kepergianku, ada perasaan haru. Disamping DINAR, ada INDRA yang terus memegangi tangan jasadku. Aku peluk INDRA dan berbisik "Jaga, DINAR yah!". Ajaib! Entah dia mendengar suaraku atau tidak, aku melihat dia mengangguk sambil menangis. Terimakasih, kawan. Kalian berdualah matahari hidupku. Dan di pojok situ, aku melihat ibu. Keriput mulai terlihat di wjahnya. Yah, walaupun aku tidak tinggal bersama dirinya lagi, tapi aku melihat begitu jelas guratan kesedihan di wajahnya. Aku adalah milik satu-satunya. Baru kali ini aku bisa melihat sinar kasih di wajahnya, setelah bertahun-tahun aku merindukan belaian kasih seorang ibu. Apakah sudah terlambat? Ibu, maafkan aku, tidak bisa menjagamu sampai akhir hidupmu. Ternyata aku yang terlebih dahulu pergi. Walau bagaimanapun, aku mengucapkan terima kasih sudah dilahirkan. Karna dengan demikian aku bisa merasakan kasih yang tulus dari DINAR dan INDRA. Lalu aku bersimpuh di kakinya. Walau akupun tahu ini sudah terlambat aku lakukan. Seseorang dengan baju putih mengkilap berdiri disampingku...

"Ayo pergi"

Selamat tinggal semuanya! Aku digandeng orang tersebut dan...ajab....aku bisa terbang. Hahahaha! Ini seperti mimpiku waktu kecil ketika selesai nonton film PETER PAN. Seru!!!

Beberapa saat kemudian, ketika sudah sampai di atas,orang itu menunjuk ke arah segumpalan awan yang berbentuk layar.

"Lihat itu!"

Tiba-tiba di awan berbentuk layar itu terlihat jelas gambar INDRA dengan Tuxedo-nya, dan DINAR dengan gaun putihnya. Mereka sedang berikrar di depan Pendeta. Dan kemudian sesaat kemudian terlihat gambar mereka memotong kue pengantin. Ketika akan memberikan potongan kue kepada DINAR, INDRA berkata...

"Ini untuk ANDRI. Sampai kapanpun, dia akan ada didalam kehidupan kita."
"Ini juga untuk ANDRI. Dia akan terus ada dalam hati kita berdua."

Aku menangis terharu. Terimakasih, sahabatku. Kalian memberi arti dalam hidupku ini. Tapi tiba-tiba ada perasaan aneh, dan ketika hendak aku tanyakan...

"Itu adalah kejadian 3 tahun kemudian. Waktu disini dengan disana berbeda, NDRI"

Aku tersenyum sambil memandang sosok itu. Terima kasih udah mau menunjukkannya padaku.
Wrote by noldie @ 2:25 PM |